Fanfiction · Romance · ShinKyu couple

[Shin-Kyu] Ever

BAB 8

EVER

Gadis itu baru berjalan satu blok dari apartement-nya dan sudah kali ke-5 mengetatkan mantel tebal berwarna abu-abu yang membungkus tubuh kecilnya. Padahal di dalam mantel itu, ia tidak hanya mengenakan kaus tebal. Ia juga mengenak hoodie hitam kesayangannya yang kebesaran dibalut dengan coat berwarna senada. Tapi tubuhnya masih juga merasakan hawa dingin yang menusuk.


Ia menarik ujung baju di pergelangan tangannya, melirik Apple Watch-nya dan well, pukul empat sore, tambahan minus sepuluh derajat celcius. Oh, beku!

Kalau bukan demi pria itu, gadis itu berani bertaruh bahwa hari ini ia hanya akan bergelung di bawah selimut, tidur sampai… kalau bisa sampai musim semi tiba. Ya, kalau bisa.

Kakinya melangkah hati-hati di atas permukaan salju tipis yang membungkus trotoar jalan. Sesekali tangannya menepuk kepala dan kedua bahu, membersihkan butiran-butiran putih itu yang turun semakin deras. Pandangannya menyapu sekitar. Nyaris sepi.

Fine, memangnya siapa yang punya otak tidak waras dan mau keluar rumah saat hujan salju begini?

“It’s me,” bisiknya pada diri sendiri. Nafas gadis itu mulai berasap dan pipi putihnya semakin terlihat pucat.

Sekali lagi, ia mengetatkan mantelnya dan menyilangkan tangan di depan dada. Walau tak berhasil, setidaknya dia sudah berusaha menghadang dingin yang tiap detiknya semakin menusuk ke tulang. Kakinya juga tak lagi santai, kecepatannya terus bertambah ketika matanya menangkap satu kotak besi berwarna hijau berhenti di depan halte yang ia tuju.

Setelah dua puluh dua menit duduk diam, menikmati sunyi sendirian di dalam bus, menerjang hujan, berjalan melewai satu blok lagi, akhinya dia menapakkan kaki di depan sebuah bangunan yang… tidak besar, tidak juga kecil.

Sekali lagi, dia memastikan waktu di Apple Watch-nya.

Dia tersenyum. “Yas!”

Pukul 04.30 p.m

“Aku tepat waktu,” katanya pada seseorang yang entah sejak kapan, ada di depan mintu masuk bangunan di depan gadis itu.
Pria itu melepas topi hitamnya sambil tersenyum juga. Lalu melambaikan tangan disertai sapaan kaku, “Hai, Shin Yoo-Ji.”

“Hai, Cho Kyu Hyun.”

Sudah lebih kurang tujuh bulan Kyu Hyun berada di militer. Yoo-Ji tidak pernah senekad itu demi menjemput dan memonopoli jatah akhir pekan milik Kyu Hyun. Sejak ia keluar dari pelatihan di awal bulan memasuki wajib militer, Kyu Hyun memang hanya bertugas di hari-hari kerja saja. Hanya dari hari senin sampai jumat siang. Ah, khusus hari ini ia bertugas sampai sore.

Kyu Hyun memerhatikan Yoo-Ji yang kini sedang berjalan ke arahnya. Di tangan gadis itu ada nampan dengan dua mug putih berisi coklat panas. Dari aromanya saja Kyu Hyun sudah sangat hafal coklat panas buatan Yoo-Ji.

“Maaf.” Kyu Hyun meraih salah satu mug, meniupnya palan-pelan sebelum menyatukan bibirnya dengan sisi mug.

“Untuk?” Yoo-Ji duduk di samping Kyu Hyun.

“Membuatmu menjemput kekasihnya di saat hujan–”

“Badai salju.” Yoo-Ji melirik ke arah jendela. Tadi memang hanya hujan. Tapi sekarang sudah jadi badai.

Fine, koreksi yang bagus.

“Ya, itu maksudku.”

Kyu Hyun merasa malu. Tapi ia tidak bersedia menunjukannya. Bibirnya kembali menyeruput coklat panas yang sial, lupa ia tiup lebih dulu.

“Ah, panas.”

Yoo-Ji tertawa kecil. Lucu, menurutnya. Lalu ia mendekati Kyu Hyun dengan gerakkan yang terlampau cepat hingga Kyu Hyun sama sekali tak berkedip ketika benda lembut dan hangat milik gadis itu mengecap bibir penuhnya sekilas. Ya, hanya sekilas. Tapi itu sukses membuat Kyu Hyun kehilangan daya dan nyaris membeku.

Yoo-Ji menopang kepala pada satu tangannya. Menikmati keterkejutan Kyu Hyun yang cukup menggemaskan. Dia seperti remaja tanggung yang sedang memikirkan cinta pada pandangan pertama, senyum-senyum sendiri seolah tanpa sebab.

“One more.” Suara Kyu Hyun langsung melenyapkan senyuman Yoo-Ji. “I need more.”

Shit! Yoo-Ji merutuki dirinya yang membangunkan jiwa lain dari Kyu Hyun. Keputusannya mengecup bibir Kyu Hyun sangat salah, sepertinya. Itu hanya kecupan singkat yang tidak dibumbui apa-apa. Tapi, Kyu Hyun bisa terbangun begitu saja?
Baik, sekarang dia harus bagaimana?

Tatapan Kyu Hyun tidak lagi dalam artian yang baik-baik saja. Lebih tepatnya, mungkin itu tatapan tersiksa. Yoo-Ji memejamkan mata tak berani melihat ke bawah. Dan itupun keputusan yang beresiko.

Kyu Hyun yang menunggu. Melihat kekasihnya memejamkan mata membuatnya berkesimpulan bahwa Yoo-Ji bersedia.

Hanya butuh satu gerakan untuk membuat Kyu Hyun berada di atas Yoo-Ji. Mendesak, menghimpit Yoo-Ji di bawahnya dengan cepat.

Kyu Hyun menunduk perlahan-lahan. Nafasnya yang hangat menyapu sebagian kulit wajah Yoo-Ji. Derunya menggoda sebelum ia meraih bibir gadisnya dengan lembut. Awalnya hanya berupa sapuan-sapuan tanpa arti dan akhirnya mulai mengecap rasa satu sama lain, menikmati kehangatan yang basah. Ciumannya semakin dalam ketika Yoo-Ji memberi celah. Juga membalas. Mereka saling memagut, membelit lidah dan sesuatu terasa membakar mereka perlahan-lahan.

Yoo-Ji mengalungkan tangannya di leher Kyu Hyun ketika ciuman laki-laki itu bergerak liar menjelajah di sekitar lehernya. Ia mendongak memberi Kyu Hyun ruang. Tangannya mencengkram rambut pendek Kyu Hyun dan bibirnya mengatup, sengaja ditahan supaya suara aneh yang mendesak tidak keluar.

“Ahh…”

Tapi dia gagal.

Kyu Hyun langsung mengangkat kepala. Menatap Yoo-Ji penuh keinginan juga kewaspadaan.

“Hentikan aku—“

“No,” Yoo-Ji memejamkan mata. Menimbang akan keputusannya. Lagi pula usianya kini sedang berjalan ke angka 21. Dia bukan lagi gadis belia yang polos. Bersama Kyu Hyun membuatnya dewasa luar dan dalam. Dia akan memberikannya. Dia akan memberikan kebahagiaan untuk Kyu Hyun.

“This night, I’m yours.”

Kyu Hyun tidak menghitung berapa kali mereka melakukannya malam ini. Malam panjang bagi sang pemula. Ia membenarkan letak anak poni dan menyampirkan rambut Yoo-Ji yang berantakan ke belakang telinga. Kyu Hyun mengusap pipi gadisnya dengan lembut. Jadi begini akhirnya? Setelah 20 tahun merawat bayi besar ini, justru bayi itu jatuh dalam dekapannya sendiri? Menjadi miliknya?

Yoo-Ji menggeliat dan perlahan membuka matanya.

Kyu Hyun memposisikan dirinya supaya bisa melihat Yoo-Ji. Bibirnya melengkung, tersenyum geli. Dia cukup sadar untuk mengatai dirinya sendiri gila.

“Lelah?”

Yoo-Ji mendongak, mendapati Kyu Hyun sedang menatapnya penuh perhatian. Tapi ia terlalu malu untuk menjawab dan memilih menyembunyikan muka diatas dada bidang Kyu Hyun.

Tangan kanan Kyu Hyun bergerak naik turun di kepala Yoo-Ji, membelainya lembut dan teratur sementara yang lain ia jadikan bantal di bawah kepalanya sendiri.

“Mau lagi?”

Oh goodness…

“Sialan kau!” umpat Yoo-Ji teredam, disambut kekehan usil Kyu Hyun.

“Well, you should take a rest now, baby.”
Yoo-Ji langsung mengangkat kepala.

“I’m not your baby anyway.”

Kyu Hyun tersenyum lalu merangkum wajah kecil itu dan mengecupnya lama. Dia tak lupa tersenyum setelah menjauhkan bibirnya beberapa inchi dari bibir kesukaannya.
“Yes, you are. As always.”

Planning hari ini gagal total. Yoo-Ji berdiri di samping jendela menatap kesal badai salju yang tak kunjung reda. Padahal ini sudah pukul 10 pagi. Pergi ke taman hiburan, mengunjungi aquarium, menonton film di bioskop, berjalan-jelan di taman, menikmati Hot Latte atau Americano panas di sebuah café adalah bagian dari rencana untuk… bisa dibilang berkencan, bersama Kyu Hyun. Tapi Yoo-Ji harus menelan mentah-mentah rencana gagalnya dan tidak bisa menyalahkan siapa-siapa.

Yoo-Ji menoleh ketika sepasang tangan melingkar erat di perutnya dan sebelah bahunya mulai terasa lebih berat. Kyu Hyun menumpu dagunya di atas bahu Yoo-Ji. Sesekali mencium aroma bunga mawar berpadu wangi shampo strawberry yang sekarang menjadi wangi favoritnya. Tidak. Sudah menjadi candu untuknya.

“Kyu.” Yoo-Ji meletakan tangannya di atas tangan Kyu Hyun.

“Hmm.”

“Apa kau masih sedih?”

Yoo-Ji menoleh lagi, mencoba melihat ekspresi Kyu Hyun yang tidak bisa ditutupi. Kesedihan terlihat jelas di wajahnya. Tapi Kyu Hyun mencoba bersembunyi, menikmati aroma gadisnya lebih lama dan dalam.

“Kyu?”

“Tentu,” sahut Kyu Hyun teredam.
Yoo-Ji terdiam sejenak sebelum memutar badan dan memilih memeluk Kyu Hyun. Insiden beberapa hari yang lalu tentu membuat banyak orang bersedih. Keluarga, sahabat, rekan, penggemar pasti akan bersedih karena orang yang selama ini ada di hidup mereka, kini sudah tiada. J Oppa…

“Kau ingat ‘kan? Dulu aku nyaris seperti itu.” Yoo-Ji menenggelamkan wajahnya di dada Kyu Hyun. “Tapi kau ada dan menyelamatkan aku.”

Kyu Hyun mengecup puncak kepala Yoo-Ji penuh pemahaman.

“Aku hanya titipan Tuhan.”

“Setelah ayah tidak ada, aku sangat terpukul. Kau saksi bagaimana aku hidup setelahnya dan menganggap ayah masih ada. Gila memang.”

“Ssstt!” Kyu Hyun memejamkan matanya merasa perih. “Jangan lagi diingat! Kau sudah disini, bahagia bersamaku, kan?”

“Iya. Tapi Kyu, kau selebriti seperti J Oppa, kau memiliki tekanan untuk itu. Profesi itu menuntutmu sempurna, professional, maksimal, dan lainnya. Aku takut kalau-“

“Ji-ya, dengar!” Kyu Hyun menjauhkan Yoo-Ji supaya ia bisa melihat wajah gadis cantik itu. “Tekanan itu pasti ada. Tapi, Aku punya cara sendiri untuk mengatasinya. Kau tahu, nyawaku pernah berada diujung leher, aku tahu rasanya, aku nyaris putus asa. Tapi kemudian aku masih diberi kehidupan.” Kyu Hyun mengusap pipi gadis itu dengan ibu jarinya. “Aku akan memanfaatkan hidup ini dengan baik. Tuhan ada jika kau mau percaya. Bersyukur akan kehidupan kedua ini membuatku harus lebih baik dan ya, aku tentu harus melakukan pekerjaanku dengan baik juga. Kau, penggemar, keluargaku, semua anggota, sudah lebih dari cukup untuk tetap membuatku berdiri dan tersenyum. Aku tidak seberani itu meninggalkan kalian. Mengerti?”

“Tapi bagaimana jika suatu saat hanya jalan itu yang ada di kepala-”

“Sayang,” Kyu Hyun kembali menarik Yoo-Ji ke dalam dekapannya. “Selalu ada jalan selain itu. Percayalah!”

Yoo-Ji mengangguk pelan seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Kyu Hyun. Gadis itu hanya terlalu khawatir mengenai kondisi Kyu Hyun saat sedang aktif-aktifnya. Dia takut hal yang sama terjadi pada Kyu Hyun seperti teman satu agensinya. Tubuh Kyu Hyun selalu diporsir habis-habisan. Meski sudah begitu, tidak jarang dia mendapat kritikan pedas yang sialan menjatuhkan jika Kyu Hyun memiliki mental lemah. Sayangnya Kyu Hyun terlalu kuat untuk itu.

“Kyu?”

“Hmm.”

“Sugohesseo.”

Kau sudah bekerja keras Kyu.

“Terimakasih sudah menjadi laki-laki yang kuat.”

Yoo-Ji langsung melingkari leher Kyu Hyun dengan tangannya lalu berjinjit menjangkau bibir Kyu Hyun. Ciumannya hangat namun juga sensual. Kyu Hyun mendadak pening. Namun ia menyukainya dan sesuatu dalam dirinya pelan-pelan terbangun. Lagi.

FIN- atau TbC?

Like dan comment-nya jangan lupa ya. Makin sepi makin kehilangan minat juga buat nerusin sequel MGJ sama ending 3BW. Lagian ga ada yang nunggu kan?

Oya, kalo sempet main-main ke watt ya @shincann siapa tau mau baca tulisan aku yg di sana :)) see youuuu 

7 tanggapan untuk “[Shin-Kyu] Ever

  1. Selebritis juga manusia tekanan dan tuntutan menjadikan oribadi mereka berubah drastis perlu seseorang yang selalu siap merangkul mereka dimasa” sulit dan terbaik

    Disukai oleh 1 orang

  2. Kalian harus saling dukung
    Krn kalian adalah pasangan dsini

    Tp klw didunia nyata
    Kyu selain dpt dukungan dr kluarag
    Jg dpt support dr org special
    Khususny aku

    Haha

    Btw tampilan blogmu makin cuteee

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar